Mungkin di antara kawan-kawan pembaca ada yang masih kebingungan memahami proses implementasi dari masing-masing desain eksperimen, soalnya saya tahu jarang ada yang membahas contoh penelitian eksperimen secara komprehensif. haha
Karena saya mengerti kebingungan kalian, maka di sini saya bakal bahas mengenai contoh penelitian eksperimen ya. Siapin energi yang banyak. wkwk
Pada artikel sebelumnya saya telah membahas mengenai jenis metode penelitian kuantitatif dan penelitian penelitian eksperimen atau lebih tepatnya mengenai jenis-jenis desain eksperimen lengkap dengan gambar desainnya.
INGAT! Supaya kawan-kawan paham dengan apa yang saya sampaikan pada artikel ini, maka wajib hukumnya membaca dulu artikel saya yang berjudul; Penelitian Eksperimen.
Pada artikel tersebut, saya udah bahas secara konseptual dan teoretis dengan komprehensif mengenai penelitian eksperimen dengan merujuk pada berbagai referensi dalam dan luar negeri.
Oleh karena itu, agar pembahasan sebelumnya lebih mudah dimengerti dan mudah dipahami dalam proses aplikasinya, pada artikel kali ini, saya akan secara khusus membahas dan memberikan contoh real dari tiap desain eksperimen yang telah sampaikan sebelumnya.
So, let’s start it..
Ilustrasi Pre Experimental Design
The One Shoot Case Study Design
Dalam contoh kasus di atas, yang dijadikan treatment adalah Inquiry Learning Model. Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam penelitian tersebut, meliputi:
- Pada awal kegiatan ditentukan terlebih dahulu kelompok yang akan diberikan treatment.
- Pada langkah kedua, semua subjek tersebut diberikan treatment Inquiry Learning Model selama periode tertentu. Treatment ini terus dilaksanakan sampai fase pemberian treatment selesai.
- Pada akhir kegiatan, dilakukan pengukuran dengan melaksanakan posttest.
Apabila diamati, The One Shoot Case Study Design ini memiliki beberapa kekurangan, seperti:
- Tidak ada validitas internal karena faktor yang mempengaruhinya tidak dikendalikan.
- Hasil posttest tidak dapat dinyatakan secara tegas sebagai akibat dari treatment.
- Kesimpulkan yang diambil mungkin berbeda dari keadaan yang sebenarnya, hal ini karena tidak dapat dibandingkan dengan kelompok lain.
Kendati demikian, ada satu keuntungan yang diperoleh melalui desain ini, yaitu hasil penelitiannya dapat digunakan untuk menjajaki masalah yang akan diteliti lebih lanjut.
The One Group Pretest-Posttest Design
Maka dalam kasus tersebut, sebenarnya hampir mirip dengan The One Shoot Case Study Design. Bedanya dalam desain ini, subjek diberikan pretest terlebih dahulu sebelum diberikan treatment.
Langkah-langkahnya sebagai berikut.
- Pada awal kegiatan sebelum treatment diberikan kepada sbujek, terlebih dahulu subjek penelitian akan diberikan pretest untuk mengukur pengetahuan dan sikap subjek mengenai pemahaman konsep Mata Pelajaran Ekonomi.
- Pada tahap kedua, subjek diberikan treatment cooperative learning model.
- Pada tahap ketiga, setelah treatment diberikan selanjutnya subjek diberikan posttest.
- Pada tahap terakhir, peneliti membandingkan hasil pretest dan posttest.
Perbedaan kedua skor tersebut merupakan akibat dari adanya treatment (dalam hal ini adalah cooperative learning model)
The Static Group Comparison Design
Maka dalam kasus tersebut, apabila dilakukan dengan menerapkan desain The Static Group Comparison, maka peneliti akan menerapkan langkah-langkah sebagai berikut.
- Peneliti mengambil dua kelompok subjek dari populasi yang sama.
- Peneliti menerapkan treatment pada salah satu kelompok (lazimnya disebut kelompok eksperimen)
- Setelah tahap pemberian treatment selesai, selanjutnya peneliti memberikan posttest pada kedua kelompok (kelompok eksperimen dan kontrol).
- Pada tahap ini peneliti membandingkan hasil kelompok kontrol dan eksperimen dengan mencari mean (rata-rata) masing-masing kelompok.
- Gunakan teknik perhitungan statistik tertentu yang cocok dengan jenis data yang ada, sehingga dapat diketahui apakah beda kedua kelompok itu berarti atau tidak.
Apabila diamati, beberapa kelemahan dalam desain The Static Group Comparison ini, yaitu kelompok yang dijadikan subjek tidak sama karena tidak dipilih secara random.
Selain itu, beberapa faktor yang mempengaruhi validitas internal belum dapat dikendalikan. Tuckman menyebut desain ini sebagai In Task Group Comparison.
Quasi Experimental Design
Pre and Posttest Group Design
Maka dalam kasus tersebut, apabila dilakukan dengan menerapkan desain Pre and Posttest Group Design, maka peneliti akan menerapkan langkah-langkah sebagai berikut.
- Peneliti memilih dua kelompok subjek yang tidak equivalent. Satu kelompok dijadikan kelompok kontrol dan satu kelompok lagi dijadikan kelompok eksperimen.
- Lakasanakan pretest pada kedua kelompok tersebut.
- Pada tahap ketiga berikan treatment dalam hal ini adalah model problem based learning kepada kelompok eksperimen.
- Setelah selesai langkah ketiga, berikan posttest pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
- Cari beda mean kelompok eksperimen; antara posttest dan pretest. Hal ini juga dilakukan pada kelompok kontrol.
- Gunakan metode analisis stastistik yang tepat untuk mencari perbedaan hasil langkah sebelumnya sehingga dapat diketahui hasil dari treatment problem based learning model.
Sebagaimana telah saya sampaikan sebelumnya, dalam Quasi exsperimental design ini, peneliti tidak melakukan prosedur random assignment, sehingga peneliti hanya perlu menentukan subjek yang akan dijadikan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol saja.
Posttest-Only Group Design
Maka dalam kasus tersebut, apabila dilakukan dengan menerapkan desain Posttest-Only Group Design, peneliti akan menerapkan langkah-langkah sebagai berikut.
- Peneliti memilih dua kelompok subjek yang tidak equivalent. Satu kelompok dijadikan kelompok kontrol dan satu kelompok lagi dijadikan kelompok eksperimen.
- Berikan treatment dalam hal ini adalah model pembelajaran problem based learning kepada kelompok eksperimen.
- Setelah selesai langkah kedua, berikan posttest pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
- Cari beda mean kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
- Gunakan metode analisis stastistik yang tepat untuk mencari perbedaan hasil langkah sebelumnya sehingga dapat diketahui hasil dari treatment model pembelajaran problem solving.
Masih semangat? Harus! Pembahasan dalam desain eksperimen ini cukup panjang, beda sama desain penelitian metode survey di mana pembahasannya tidak terlalu banyak 🙂
non-Equivalent Comparison-Group Design
Sehingga peneliti dapat melihat metode mana yang lebih efektif meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa. Maka dalam kasus tersebut, desain yang paling tepat yang dapat diterapkan oleh peneliti adalah desain non-Equivalent Comparison-Group.
Langkah-langkah yang dapat dilakukan peneliti, adalah sebagai berikut.
- Peneliti memilih dua kelompok subjek yang tidak equivalent. Satu kelompok dijadikan kelompok eksperimen untuk treatment 1 dan satu kelompok lagi dijadikan kelompok eksperimen untuk treatment 2.
- Pada tahap kedua, peneliti memberikan pretest yang sama untuk kedua kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2.
- Setelah dua kelompok eksperimen di berikan pretest, selanjutnya peneliti memberikan treatment untuk kedua kelas eksperimen. Dalam hal ini kelompok eksperimen 1 diberi treatment dengan problem based learning dan kelompok eksperimen 2 diberikan treatment dengan problem solving model.
- Setelah fase pemberian treatment selesai dilaksanakan, berikan posttest pada kelompok eksperimen 1 dan kelompok eksperimen 2.
- Cari beda mean pretest dan posttest kelompok eksperimen 1, cari juga mean pretetst dan posttest kelompok eksperimen 2.
- Tahap selanjutnya lihat perbedaan antara mean kelas eksperimen 1 dan mean kelas eksperimen 2.
- Gunakan metode analisis stastistik yang tepat untuk mencari perbedaan hasil langkah sebelumnya sehingga dapat diketahui hasil dari treatment problem based learning pada kelompok eksperimen 1 dan treatment problem solving pada kelompok eksperimen 2
Dalam format Quasi Eksperimen, perbedaan paling tampak dari non-Equivalent Comparison-Group Design dengan dua desain sebelumnya, terletak pada treatment yang diberikan di mana pada non-Equivalent Comparison-Group Design dua kelompok subjek diposisikan sebagai kelas eksperimen yang mendapat treatment.
Jadi pada non-Equivalent Comparison-Group Design ini tidak ada kelas kontrol.
Time Series Design
Interrupted Time Series Design
Khusus pada ilustrasi yang ini, saya sajikan 3 kasus sekaligus. Simak baik-baik ye.. wkwk
Kasus C
Walaupun ada perubahan skor antara O4 dan O5, tetapi sejak tes pertama memang ada kecenderungan menaik, lalu jika diperhatikan skor pertama dan skor terakhir seakan-akan perubahan tersebut berlangsung alami.
Hal tersebut bisa disebabkan oleh berbagai faktor (bisa saja faktor ekstern), setelah treatment tidak diberikan pun, skornya cenderung menaik.
Kondisi tersebut mengindikasikan perubahan yang terjadi-jadi bukan semata-mata karena adanya treatment yang diberikan.
Kasus B
Terjadi perubahan yang fluktuatif, di mana sebelum treatment telah terjadi perubahan, adapun setelah treatment malah terjadi penurunan.
Hal tersebut mengindikasikan bahwa perubahan dari O4 ke O5 bukan semata-mata karena faktor treatment yang diberikan.
Kasus A
Pada kasus A, terjadi perubahan pada O4 dan O5 yang kemungkinan perubahan ini terjadi karena adanya treatment, karena pada tes awal, hasilnya cenderung stabil. Begitu pun setelah treatment, kenaikannya pun relatif stabil.
Langkah-langkah yang ditempuh dalam penggunaan desain ini, adalah sebagai berikut.
- Peneliti menentukan subjek untuk penelitiannya.
- Peneliti memberikan tes beberapa kali (di mana antar test-nya diberi jarak waktu yang sama).
- Setelah tes awal diberikan, selanjutnya peneliti memberikan treatment pada subjek.
- Setelah treatment selesai diberikan, selanjutnya peneliti memberikan posttest kepada subjek.
- Posttest diberikan beberapa kali (jumlah pemberian posttest sama dengan jumlah pemberian jumlah test awal). Adapun dari posttest pertama ke posttest selanjutnya diberi jarak waktu yang sama.
- Peneliti mencari perbedaan antara hasil test awal (di sini peneliti mencari kecenderungan subjek sebelum treatment diberikan).
- Pada tahap ini, kemudian peneliti mencari perbedaan antara hasil posttest (di sini peneliti mencari kecenderungan subjek setelah treatment diberikan).
- Cari perbedaan kecenderungan subjek sebelum dan sesudah perlakuan. Bandingkan rata-rata perbedaan langkah kelima dan keenam.
- Gunakan rumus statistik yang relevan dan sesuai dengan jenis data yang didapat, sehingga dapat diketahui akibat perlakuan secara tepat dan benar.
Equivalent Time Series Design
Rata-rata hasil observasi ke 2 dan observasi ke 4, serta rata-rata observasi ke 1 dan rata-rata observasi ke 3.
Pada observasi ke 1 dan observasi k 3, subjek diberi treatment, sedangkan pada observasi ke 2 dan observasi ke 4, treatment tidak diberikan.
Sehingga, perubahan skor yang terjadi antara observasi ke 2 dan observasi ke 4 bukan karena adanya treatment, melainkan mungkin saja karena variabel lain di luar treatment.
Jika peneliti hendak menerapkan desain ini, maka langkah yang harus ditempuh meliputi:
- Peneliti memilih satu subjek Peneliti menerapkan treatment pada subjek.
- Pada tahap ketiga, setelah selesai treatment kemudian subjek diberi posttest yang sesuai dengan treatment yang diberikan.
- Peneliti menentukan periode waktu yang sama antara pemberian treatment dan tidak memberikan treatment.
- Pada periode waktu kedua, misalnya; selang waktu dua minggu perlakuan tidak diberikan, dan kemudian kenakan posttest kedua pada subjek tersebut.
- Periode waktu ketiga, berikan lagi perlakuan kepada subjek itu dan setelah selesai perlakuan berikan tes ketiga pada subjek tersebut.
- Periode keempat, subjek tidak diberi treatment, namun tetap diberi posttest.
- -SELESAI-
Saya yakin, sampai sejauh ini kawan-kawan bisa paham dengan apa yang saya sampaikan. 🙂
Repeated Measures Design
Pada praktiknya, guru akan melakukan beberapa kali treatment dan beberapa kali posttest setelah treatment dilakukan, terus berlanjut sampai beberapa siklus (lebih jelasnya cek dulu artikel dengan judul: Penelitian Eksperimen).
Secara umum, desain terdiri dari beberapa langkah, sebagai berikut:
- Peneliti menentukan subjek yang akan dijadikan kelompok yang akan diteliti.
- Peneliti melakukan observasi untuk melihat kondisi dan kecenderungan siswa.
- Pada tahap ketiga, siswa diberi treatment yang telah ditentukan.
- Pada tahap selanjutnya peneliti mengulangi sikus ini selama beberapa fase (tergantung fase yang telah ditentukan).
Variasi dari Repeated Measures Design ini oleh Johnson & Christensen (2014), disebut Repeated-Measures Design with counterbalancing. Simak Ilustrasi.
Repeated-Measures Design with Counterbalancing
Misalnya seorang guru yang mengajar Ekonomi pada kelas X-a, X-b, dan X-c, hendak menguji tiga metode pembelajaran Problem Solving (treatment 1), Problem Based Learning (treatment 2), dan Project Based Learning (treatment 3).
Secara teknis, Guru tersebut akan menerapkan tiga treatment tersebut pada tiga kelompok subjek. Langkah-langkahnya kurang lebih begini:
- Peneliti memberikan treatmen pada semua kelas (treatment serempak diberikan pada semua kelas secara bergantian), misalnya pada fase pertama X-a diberi treatment 1, X-b diberi treatment 2, dan X-c diberi treatment 3.
- Pada tahap kedua, peneliti memberikan posttest untuk semua subjek pada semua kelas eksperimen.
- Pada tahap ketiga, semua subjek diberikan treatment lagi dengan urutan; X-a diberi treatment 2, X-b diberi treatment 3, dan X-c diberi treatment 1.
- Pada tahap keempat, peneliti memberikan posttest untuk semua subjek pada semua kelas eksperimen.
- Pada tahap kelima, semua subjek diberikan treatment lagi dengan urutan; X-a diberi treatment 3, X-b diberi treatment 1, dan X-c diberi treatment 2.
- Pada tahap kelima, peneliti memberikan posttest untuk semua subjek pada semua kelas eksperimen.
- Pada tahap keenam peneliti menguji kesamaan dan perbedaan hasil posttest pada setiap kelas eksperimennya.
- Pada tahap akhir peneliti membandingkan perbedaan hasil skor gain di semua kelas untuk mengetahui apakah penerapan perlakuan metode-metode eksperimen berkaitan dengan hasil yang diperoleh.
Factorial Design
Desain Faktorial 2×2
Namun, karena kemampuan subjek penelitiannya sangat beragam, maka peneliti ingin melihat pengaruh kedua model tersebut dari tingkat kemandirian belajar siswa (rendah, tinggi).
Note: Posisi kemandirian belajar adalah sebagai variabel moderasi.
Hal tersebut dilakukan karena si peneliti meyakini bahwa tingkat kemandirian belajar juga dapat mempengaruhi kemampuan kognitif.
Dengan demikian si peneliti akan dapat menarik kesimpulan yang komprehensif dan rinci dari penelitiannya.
Pada kasus ini, si peneliti dapat menerapkan desain faktor 2×2 (2×2 di sini maksudnya adalah 2 variabel independen dan 2 level dari variabel moderasi).
Langkah-langkah yang dapat dilakukan peneliti, meliputi:
- Memberikan pretest untuk melihat kemampuan awal siswa.
- Melaksanakan proses pembelajaran ekonomi dengan model problem based learning dalam beberapa pertemuan untuk kelas eksperimen 1.
- Melaksanakan proses pembelajaran ekonomi dengan model problem solving dalam beberapa pertemuan untuk kelas eksperimen 2.
- Setelah treatment selesai, peneliti memberikan posttest kemampuan berpikir kreatif untuk kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2.
- Memberikan angket untuk mengukur tinggi dan rendahnya kemandirian belajar siswa.
- Menganalisis data sehingga diperoleh temuan-temuan, selanjutnya menyusun laporan hasil penelitian.
Desain faktorial dua faktor dan dua level (2×2) ini dapat berbeda untuk desain 2×3; 3×3; 4×3, dan seterusnya.
Makin banyak faktor yang ingin diteliti, makin rumit pula desain dan teknik analisis yang digunakannya. Selebihnya silakan explore sendiri ya. wkwk
True Experimental Design
Saya enggak kasih contoh, karena secara teknis bentuk desain ini mirip dengan desain quasi eksperimen. Bedanya hanya terletak pada prosedur Random Assignment (pemilihan subjek secara acak).
Jadi kita bahas ilustrasi dari Random Assignment aja ya wkwk
Dalam teknis random assignment ini peneliti membentuk ulang kelompok eksperimen dan kelompok kontrol secara acak dari seluruh sampel yang ada.
Sederhananya misalnya gini: Seorang peneliti telah menentukan 50 orang sampel, nah kemudian peneliti membuat dua kelas (kelas kontrol dan eksperimen) secara acak dari 50 orang sampel tersebut.
Bedanya dengan quasi eskperimen; dalam quasi eksperimen tidak dilakukan prosedur semacam itu, jadi langsung aja menggunakan kelompok kelas yang sudah ada di sekolah. Tidak dilakukan pengacakan ulang dalam penentuan kelompok.
Akhirul artikel, udah ah saya cape..
Assalamu’Alaykum.
mantap
Terima kasih. Semoga bermanfaat ya
Izin bertanya tentang quasi experiment yg posttest only. Misalnya kita punya 2 variabel independen, berarti untuk kelompok eksperimen ada 2 treatment sesuai variabel independennya? Trus contoh treatment ini gimana ya klo misal ngumpulin datanya pake kuesioner? Makasih sebelumnya
Lho, bukannya penelitian kuantitatif baik survey maupun eksperimen selalu lebih dari satu variabel? Bagaimana ini maksudnya ya?
Lhaaa, kalo penelitian eksperimen ya gabisa pake kuesioner mas.
Maaf kalau boleh tau ini mengacu pada kutipan punya siapa ya? Apakah sugiono juga atau ada peneliti lain yang menyebutkan bahwa the non equivalent control group design bisa tanpa kelas kontrol? Mohon dijawab
Pada dasarnya non-equivalent comparison grup design itu bisa dipakai dg dua kelas eksperimen, 1 kelas eksperimen dan 1 kelas kontrol, atau dengan 2 kelas eksperimen dan 1 kelas kontrol.
Semua tergantung pada preferensi dan tujuan peneliti. Semua itu dibahas dalam buku cresswell, dan beberapa buku literatur penelitian terbitan Luar negeri. Fyi seluruh artikel saya kebanyakan menggunakan kutipan terbaru dari buku2 luar negeri, jarang pakai literatur terbitan dalam negeri.